Friday, February 28, 2014

Renungan Malam

Guys, mari berdiskusi barang beberapa menit yuk! Terutama bagi yang merasa memang termasuk pelajar SMA yang pintar dan rajin nih. Aku ada uneg-uneg yang hampir give up to solve it. Gimana sih menurut kalian, ketidakjujuran vs kejujuran? Siapa yang bakal menang? Nah.. yuk mari berdiskusi!
Gak ada satupun pelajar yang benar-benar suka/ hobby belajar. Menurut aku sih gitu, ya. Karena aku juga merasanya seperti itu. Temen-temen satu sekolaheun selalu nganggep aku ini such a nerd, such an eager beaver. Mereka kebanyakan mikir kalo aku tuh sort of obsessed with studying omg can't anyone convince them that in fact I DON'T LIKE STUDYING? Maksudku, aku memang terkesan banyak belajar, ngikutin 3 les dalam 1 minggu yg memakan waktu setiap harinya sampai harus pulang ba'da Maghrib.. tapi itu bukan berarti aku suka belajar kan? Aku cuma dituntut untuk bisa, at least mempertahankan nilai-nilai raport aku yang udah terlanjur tinggi dari semester 1, sedangkan kalau mau ke jalur undangan kan harus naik si nilai-nilainya sampai semester 5. Nah.. karena itu aku mati-matian berusaha keras supaya aku bisa tetap jadi juara kelas.
Tapi, guys, masalahnya bukan itu. Masalahnya adalah aku yang kalau ulangan terbilang lebih sering jujur, percaya sama kemampuan diri sendiri, harus bersaing dengan classmate yang setiap ulangan selalu ob alias open book. Pantas ajalah nilai-nilai ulangan dia bagus, dan dia jadi 3 besar juga semester lalu. Tapi guys, to be honest aku takut dikalahin sama dia. Aku yang cuma bergantung sama hafalan-hafalan di luar otakku dan pemahaman materi masa iya dikalahin sama orang yang bergantung sama bukunya? Maksudku, itu gak adil sama sekali kan? Kenapa dia bisa selicik itu, gak ngehargain usaha aku yang luar biasa melelahkan ini? Kenapa harus orang macam itu (read: licik) yang harus jadi 3 besar dan jadi ancaman terbesar aku di kelas?
Aku harus gimana, guys, kan gak mungkin juga kalau aku harus ikut-ikutan ob cuma demi tetep jadi yang terbaik di kelas. Seakan cuma mengejar nilai kalau begitu, bukannya mengejar ilmu, bener gak? Tapi kalau dia tetep licik begitu, ya bisa jadi kan ujung-ujungnya ketidakjujuranlah yang bakal menang? Dan aku... kalah? Wtf?!
Apa dia yang harus diberi pelajaran? Dinasihatin aja gak mungkin, dia (katanya) memang dari SMP selalu ob begitu, dan sebelnya tuh setiap kali dia ob, gak pernah ketawan sama guru. Semacam udah professionallah. Padahal aku ingin banget kali-kali dia ketawan ob biar mampus aja tuh namanya tercemar, guru-guru juga bakal lebih "waspada" sama dia, biar tau rasa, kalau jadi orang jangan begitu. Kasian yang udah belajar sungguh-sungguh, gak menghargai kan.
Aku benci banget sama uneg-uneg ini. Kenaikan kelas masih 4 bulan lagi... semoga kelas 12 nanti aku gak sekelas sama dia. Ya Allah tolong aku.. aku gak mau sekelas sama dia ya Allah, tolong.. aamiin. :((
Guys, gimana pendapat kalian? I'm kind of tired dealing with it lately. Please help! Xo

Tuesday, February 25, 2014

Persetan dengan Dimensi Ruang dan Waktu

Persetan dengan dimensi ruang dan waktu.
Tidak bisakah dibuang pergi saja?
Keberadaan mereka kentara sekali mengganggu.
Aku tak ingin ada yang memisahkan kita, tuan.
Masih tak pahami juga kau itu?
Persetan dengan dimensi ruang dan waktu.
Aku ingin mendekap segala rasa,
aman berada dalam rengkuhanmu,
nyaman merasa dicinta, tuan.
Mungkinkah? Tapi mungkinkah itu?
Aku tak tahu, dan memanglah demikian.
Persetan dengan dimensi ruang dan waktu.
Detik tiada peduli, bukan?
Oh pernahkah itu?
Aku ingin benamkan wajah,
dalam dadamu,
menikmati getaran listrikmu, tuan.
Ya, tapi detik terus saja berpacu.
Tidak bisakah dibuang pergi saja?
—ets171213

Friday, February 21, 2014

Kunci Cinta Tanpa Gembok

“Huh,”Gerutu Salsa kepada diri sendiri. Tas dilemparkan begitu saja tanpa lihat sekeliling, tak peduli buku-bukunya berserakan.
Sekolah hari itu terasa begitu tak berarti baginya, bagi Salsa Dwi, si cewek melankolis dengan kacamata tebalnya. Ya, baginya, hari itu terlalu menyesakkan, membuatnya sulit tuk hirup kehidupan segar yang biasa ia dapat. “Bagaimana bisa satu halsaja mampu membuat hari ini sepenuhnya tidak terasa baik?!” Lanjutnya kesal, seraya berganti pakaian dan duduk di atas tempat tidur. Otaknya selalu memutar balik saat-saat dimana Galih memberitahu apa yang selama ini tak penah ingin didengarnya.Ia melamun. Fokus matanya kian lama kian berkurang, menampakkan momen itu untuk kesekian puluh kalinya.
“Ayo, baris sesuai kelasnya masing-masing, berurutan dari absen terawal!” Perintah guru olahraga Salsa. Layaknya petani yang mengurusi bebek-bebek berjalan di jalan, bebek-bebek itu serempak melakukan perintah si petani.
“Sa, tahu tidak?” Tanya Galih tiba-tiba yang membuat Salsa terkejut. “Ternyata si itu sudah menyadarinya sejak jauh-jauh hari, lho,”
Detak jantungnya mendadak memburu. Desah napasnya menderu-deru, sungguh tak kuasa ia kontrol lagi. Satu hal yang ada di benaknya: Rakka peka.
“Sa?”
Serasa jiwanya melayang ke saat-saat dimana ia bersama Rakka. Kenangan demi kenangan terlintas cepat tak kenal waktu, tak peduli ia kini sedang berada di tempat yang tidak semestinya untuk berderai air mata. “Hah si itu?!”
“Iya. Dia curiga di kelas ada yang naksir dia dan dia curiga itu kamu, tapi…”
DEG! Jantungnya berdegup lebih cepat. Pemikiran negatif mulai bermunculan di benaknya.“Tapi apa?!”
“Dia gak mau ada yang suka sama dia, soalnya katanya sih, dia mau setia sama si Lina,”
            “…”
            Lemas. Mendadak konsentrasinya buyar, benar-benar terpecah. Bak jiwa tanpa raga yang rapuh, terjatuh, tak kuasa bangkit
‘Mungkin lebih baik telinga ini tak berfungsi sejak awal daripada harus mendengar semua ini, Tuhan… Bukan ini yang ku maksud agar dia peka…’Batin Salsa.
            Pelajaran olahraga pun usai.Kebetulan pelajaran selanjutnya tak ada guru. Ia manfaatkan untuk mencurahkan isi hati di selembar kertas yang masih suci. Bolpoin dengan tinta biru siap menari, juga alunan musik slow yang akan selalu menemani. Kata pertama yang ditulis adalah…
            Kamu.
            Ya, kamu: dia--Rakka. Satu-satunya hal yang amat mengganggu pikiran.
            Entah apakah ini benar, namun harus ku akui ini memanglah fakta. Seorang kamu peka? Oh Tuhan, aku tahu ini hanyalah mimpi, bukan? Tak bisakah Kau bangunkan aku?
            Bolpoinnya semakin lincah menari-nari di atas selembar kertas putih itu.
            Hm… Ketika ini semua hanya mampu terucap. Ketika perasaanku tak mungkin aku tunjukkan. Ya. Ketika semua hanya sebatas kata, yang ternyata perlu aku lakukan hanyalah sadari ini, bahwa kau tak mungkin miliki rasa yang sama. Segala tindakan bodoh yang telah aku lakukan demi kamu hingga detik ini sia-sia, bukan? Aku memang bodoh, ya, aku memang bodoh telah terus memperjuangkanmu sedangkan kamu… memperjuangkan dia.
Ah, bisakah kau jelaskan pada…
            “Sa? Lagi ngapain?”
            “Hah?” Sontak Salsa berhenti menulis. Kertasnya ia balikkan agar tak ketahuan bahwa ia sedang mencurahkan isi hatinya. “Engga, ini lagi nulis-nulis aja, corat-coret, hehe”
            “Oh, serius amat ya,” Vani duduk di sebelahnya, mengeluarkan novel dan asik membaca. Salsa diam beberapa detik, melihat situasi apakah bolpoinnya bisa melanjutkan menari lagi di atas selembar kertas yang kini sudah tergores tinta hampir setengahnya itu.
            …ku mengapa kemarin-kemarin matamu kerap kali bertemu pandang denganku dan kita saling tersenyum walau dalam hitungan detik? Apa itu namanya, jika bukan cinta, mengingat kau melakukannya tak hanya dalam hitungan jari, Rak?
Aku pikir aku yang salah dan kamu yang memang sulit untuk peka, sulit untuk menyadari perasaan bodoh ini yang dengan sendirinya datang tanpa ku undang… terhadapmu. Tapi mungkin aku harus bercermin lagi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang berbeda. Mungkin memang salahku, mungkin memang aku yang terlalu perasa, dan aku yang terlalu menganggap ini semua sepihak dengan perasaanku.
“Sa, kenapa?”
Salsa terkejut bukan main ketika mendapati Vani sedari tadi membaca tulisannya. Begitulah jika ia sudah berada di dunianya, seakan di dunia hanya ada ia dan hatinya yang terluka bersama kenangan-kenangan yang kerap kali menghantuinya,
“Eh, gak ko, gak apa-apa, hehe,”
“Masa? Segitu kamu galau gitu, cerita dong, aku udah baca dari awal, kenapa sih?”
“Kamu baca kok ga bilang-bilang, sih?!” Tutur Salsa berpura-pura marah.
“Ih bukan begitu, tapi ya aku…”
“Tapi apa?!” Tukas Salsa.
“Ma…”
“Lain kali kalau mau baca sesuatu milik orang itu minta izin dulu dong!” Tawa Salsa di dalam hati semakin meledak melihat ekspresi Vani yang serba salah.
“Sal, aku… aku…”
“Huahahahaha, sudah tak apa, Vani. Bercanda kok, yaelah, diambil hati banget, sih, kamu. Jadi… gini. Aku…” Tanpa diminta lagi, Salsa dengan sendirinya menceritakan semua. Dalam hitungan detik, wajahnya pun berurai air mata.
Pulang sekolah, seperti biasa ia kembali ke rumah sendiri dengan angkutan kota. Masih tak bersemangat memerhatikan sekeliling, wajahnya datar dengan mata sembap menatap luar jendela angkot. Tanpa terasa, air matanya jatuh--lagi!
Salsa mengerjapkan mata, kembali pada dunia nyata, di kamarnya. Duduk tepekur seperti itu membuatnya pegal, maka ia rebahkan diri.
Memang, semua ini bukanlah apa yang ia harapkan--tentu saja. Doa teman-teman di hari ulang tahunnya terngiang kembali, seakan cuplikan film bagian awal yang ia tak tahu bagaimana kelanjutannya.
“Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you!”
“Semogaaa si dia cepat peka ya sama kode-kode yang selama ini kamu kasih, Sa, haha, dia gak peka-peka sih, dasar cowok!”
“Ah tapi feeling aku sih dia udah peka, cuma pura-pura gak nyadar saja, hahaha,”
            Alis Salsa bertaut, wajah manisnya tergores senyuman kecil yang pahit mengingat itu semua ternyata berakhir seperti ini. Rakka peka, hanya saja masih tak mungkin lupakan Lina, kecengannya.
            “Apalah arti ku menunggu bila kamu masih menaruh hati padanya?” Bisik Salsa pada diri sendiri. Ia tersenyum masam, “Dan apalah arti semua ini, arti sorot matamu yang diam-diam kau tujukan padaku juga arti segala senyummu yang hanya kau berikan padaku, hah? Apa?!”
            Salsa masih tersenyum masam sebelum ia bangkit berdiri mengambil bolpoin biru dan Diarynya. Lembar demi lembar dibuka, hingga ia temukan lembaran yang masih suci, lagi—ia goreskan kata demi kata di sana.
            Saat ku terdiam, acapkali terbesit namamu. Saat ku ramaikan suasana pun acapkali teringat kenangan kita, saat sorot matamu menatap lembut mataku, dan senyumanmu… yang dengan mantap terarah padaku… betapa aku ingin berhentikan waktu, kala itu… bersamamu, Rakka, Hanya saja, ternyata cinta yang selama ini aku kira mulai bersemi di antara kita itu hanyalah angan, bukan? Dan mengapa tak kau beri tahu aku saja bahwa kau masih dan mungkin akan selalu memperjuangkannya? Mengapa kau biarkan hati ini teriris? Ya, pasti kamu pun tak menyadari bahwa pendar dari mata ini hilang dalam sekejap, bukan? Hah! Tentu saja.
            Rakka, bisakah kau memberi tahuku di mana aku harus menemukan gembok cintamu yang selama ini masih terkunci terhadapku? Apalah arti kunci yang selama ini ku pegang erat dengan penuh harap jika tanpa gemboknya?
“Ah ya, tepat sekali! Itulah kata-kata yang selama ini ku cari, ya ampun, haha,” Tawa Salsa dalam sedih. “Kunci dan gembok. Kunci yang tak mampu membuka gembok hatimu. Ya. Kunci cinta tanpa gembok.” --ets020513

Tuesday, February 18, 2014

Have You Ever?

Have you ever loved someone so much that makes you crazy?
Have you ever missed someone so badly that makes you cry?
Have you ever needed someone so much that makes you feel all alone when he's gone?
Have you ever been disappointed when he's already with someone else?
Have you ever cried when your relationship's been over?
Have you ever been pissed off when seeing him smiling to someone else?
Have you ever felt nothing when someone you love has forgot you?
Have you ever done something you thought it's the best for you two?
Have you ever done something to make someone smile though you're hurt?
Have you ever thought of someone all day long?
Have you ever fallen in love so much with someone that hurts you?
Have you ever done crazy things only to make someone happy?
Have you ever been haunted by someone you love all night long?
Have you ever been so happy that makes you smile when someone you love texts you?
Have you ever remembered memories you two did when you're listening to music?
Have you ever smiled in tears remembering memories you two did?
Have you ever cried knowing someone you love not loving you back?
Have you ever had a huge crush on someone that makes you tortured?
Have you ever admired someone from distance?
Have you ever missed someone so badly that makes you dream of him?
Have you ever wished to God to make you become his love?
Have you ever felt so blue due to someone that makes you want to write something out of it?
Have you ever exaggerated something due to love?
Have you ever cared about someone so much that makes you do anything to keep them safe?
Have you ever woken up in midnight then screamed someone's name since you miss him so much?
Have you ever closed your eyes but then appears the face of someone you love?
Have you ever thought "HOW IT HURTS" yet you keep doing it only because you love him?
Have you ever smiled in tears seeing him happy with someone else?
Have you ever lied to your parents only to have a date with someone?
Have you ever listened to songs that have history of you two?
Have you ever shared only one headset with someone you love?
Have you ever listened to the same music in one headset with someone you love?
Have you ever tried to convince someone "I DO LOVE YOU, PLEASE DONT LEAVE ME"?
Have you ever waited for someone so long that makes you tired?
Have you ever felt blue knowing you're just waiting vainly?
Have you ever felt tempted to hug someone and whisper "I love you."?
Have you ever wondered why you did those all?
You absolutely have ever thought the answer is due to fckn frickin LOVE.
Yes, you have.
--ets161113

Friday, February 14, 2014

Lagi.

Lagi.
Sayup2 ku dengar erangan bosanmu,
bisikan selamat tinggalmu,
nan jauh di sana,
yang semakin jauh,
dan kau pun semakin jauh.
Lagi.
Dimensi dan detik memisahkan kita kini.
Lagi-lagi.
Diam kaku,
tiada peduli, dimensi teruslah mati,
tiada peduli, dimensi teruslah bisu.
Lagi dan lagi.
Tak bisakah kau berhenti barang sedetik, wahai detik?
Tiada pedulikah kau melihat peluhku?
Tiada pedulikah kau mengerti keluku?
Barang sedetik saja.
Hentakan pelan tak berirama langkah kakimu pun terasa jua.
Sayup2 gema tawa mirismu pun terdengar jua.
Ku lihat samar2 tepisan tanganmu,
tak hiraukanku.
Toh terlihat jua.
Tak peduli dimensi dan detik yang memisahkan kita kini.
Nanar, tepekurlah sekalian.
Bukankah memoar ini hanya dalam elegi belaka?
Tidak?
Nyatanya terulang lagi.
Lagi.
--ets011213

Thursday, February 6, 2014

Sendu? Rindukah?

Sendu mengecup kilat,
tertorehkan dalam benak.
Asa tiada jua bersua,
harus merangkak tenggelam lebih dalamkah?
Hela, melengos pulalah sekalian.
Rindu memberontak tepiskan janji.
Tangis meredamnya,
jadikannya gema dalam sajak rindu malam ini.
Bukankah simfoni itu milik kita?
Bukankah temaram itu hanya milik kita?
Mengernyit, nikmati masa indah nan sesak s'orang.
Sepi mengetuk hati.
Sendu menoreh rindu...
--ets241113

Artikel Makna Dibalik Warna

Warna: Satu-satunya hal yang memberi keindahan dan kehidupan dalam dunia ini. Bayangkan saja, tanpa warna, dunia takkan pernah menarik! Datar... Tak ada yang bisa "menghidupkan" segala kelu dunia. Namun, tahukan Anda bahwa warna ternyata memiliki makna yang berbeda?
1. Warna merah, adalah warna psikologis yang hangat dan positif, warna yang sangat menarik perhatian dan menyerukan untuk segera mengambil tindakan. Dalam psikologi arti warna merah berarti energi, gairah, action, kekuatan dan kegembiraan.
Warna merah merangsang indra fisik seperti nafsu makan, nafsu dan gairah seksual. Meskipun sering digunakan untuk mengungkapkan cinta, arti warna merah lebih berhubungan untuk gairah seksual dan nafsu – pink lebih berhubungan dengan romantisme cinta daripada warna merah.
Secara psikologis, warna merah merangsang dan memberi energi pada tubuh, termasuk saraf dan sirkulasi darah, meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Hal ini merangsang nafsu makan dan dengan demikian merupakan warna dominan untuk digunakan bagi setiap produk yang berhubungan dengan makanan dan layanan, termasuk restoran dan bisnis makanan yang tidak makan ditempat alias dibawa pulang.
2. Warna kuning, adalah warna yang hangat dan bahagia yang menciptakan rasa keceriaan dan rasa ingin bermain. Secara psikologis, warna kuning berarti optimis, semangat dan ceria, mencerahkan semangat. Warna kuning merangsang sisi logis dari otak dan kejernihan mental. Ini mendorong kebijaksanaan dan kemampuan akademik. Ini mengilhami pemikiran original dan ide-ide kreatif.
Secara psikologis  warna kuning merangsang aktivitas pikiran dan mental. Hal ini meningkatkan proses analisis dan penalaran logis kita, membantu dalam pengambilan keputusan. Terlalu banyak kuning dapat menyebabkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, agitasi dan konfrontasi terutama pada orang yang sedang stres. Warna kuning dapat memotivasi orang untuk menjadi terlalu kritis dan menghakimi, serta menipu.
3. Warna hijau, adalah warna pertumbuhan dan vitalitas, terkait dengan kehidupan baru dan pembaharuan. Hijau berkaitan dengan keseimbangan dan keharmonisan pikiran, tubuh dan emosi. Ini membantu dalam pengambilan keputusan, membantu kita untuk melihat semua sisi dengan jelas.
Secara psikologis warna hijau menyeimbangkan emosi orang, menciptakan rasa tenang. Hijau dikaitkan dengan alam, kesehatan dan penyembuhan, dan lingkungan, menciptakan rasa kasih sayang dan pengasuhan bagi semua. Hal ini mendorong kemurahan, kebaikan dan simpati.
Terlalu banyak hijau dapat menyebabkan perasaan iri, keserakahan dan keegoisan. Warna hijau zaitun tua dapat memiliki konotasi negatif kecuali dikaitkan dengan lingkungan.
4. Warna biru, adalah warna yang paling disukai secara universal dan oleh karena itu aman untuk digunakan. Hal ini terkait dengan kepercayaan, kejujuran dan ketergantungan, sehingga membantu untuk membangun loyalitas pelanggan. Biru menunjukkan kepercayaan diri, kehandalan dan tanggung jawab. Hal ini terkait dengan komunikasi personal daripada komunikasi massa. Ini menginspirasi kebijaksanaan dan cita-cita yang lebih tinggi, tetapi juga konservatif dan dapat diprediksi.
Secara psikologis warna biru menenangkan, mengurangi ketegangan dan ketakutan. Ini memperlambat denyut nadi dan mengurangi nafsu makan. Menjadi warna dingin menciptakan sensasi ruang. Biru menambah kekuatan dan kesatuan, dan terapi untuk pikiran dan tubuh. Ini membawa harmoni kata yang diucapkan.
Biru bekerja dengan baik untuk dunia usaha dan sering digunakan untuk jenis yang lebih konservatif dari bisnis seperti akuntan, perusahaan asuransi, bank dan perusahaan keuangan lainnya di mana kepercayaan dan kehandalan adalah hal yang penting.
Orang muda melihat biru pada umumnya sebagai warna yang berkaitan dengan kematangan dan pasar segmen dewasa, kecuali itu adalah biru elektrik terang saja. Terlalu banyak biru dapat mendorong kebosanan, manipulasi atau pandangan yang kaku.
5. Warna indigo, adalah warna yang kuat terkait dengan sisi kanan otak. Ini bergema dengan cara ‘New Age’ berpikir.
Secara psikologis warna indigo menyampaikan integritas dan ketulusan dalam dan merangsang kreativitas dan intuisi. Walaupun diartikan dalam konteks struktur, ritual tradisi, dan upacara, warna indigo juga dapat mengubah pemikiran dan keyakinan orang dalam mengembangkan wawasan baru dan semangat perintis. Ini menanamkan pesan tanggung jawab yang besar dan cita-cita yang tinggi. Secara psikologis, indigo membantu memperluas pikiran dan bebas dari ketakutan dan hambatan.
Sumber: suksesitubebas.com